Jejak Waktu

Serpihan Kisah yang Menjadi Aku

Ada masa di mana langkahku ringan, saat angin yang berembus membawa harapan. Lahir dan tumbuh di sebuah kota kecil yang bernama Pare, aku ditempa dalam kesederhanaan. Seperti aliran sungai yang tenang, hidupku mengalir tanpa terburu. Di antara tawa keluarga dan riuh canda dengan teman, dunia tampak begitu sederhana—penuh kehangatan, seolah-olah segalanya teratur dalam harmoni.

Namun, kehidupan tidak selalu bersandar pada tenangnya riak. Ketika usia mulai melangkah maju, badai kecil datang menerpa. Masa remaja, itulah masa di mana aku mulai melihat bayanganku terpecah dalam cermin. Terkadang aku merasa asing di dalam tubuhku sendiri, terombang-ambing antara ambisi dan kenyataan.

Aku ingat hari itu, ketika mimpi besar pertamaku runtuh—gagal memasuki perguruan tinggi yang kuimpikan. Rasanya seperti berada di tengah malam panjang tanpa bintang. Namun, di balik kegelapan itu, aku belajar bahwa tiap bintang punya waktu tersendiri untuk bersinar. Kegagalan hanyalah langkah yang memperlambat, bukan menghentikan. Aku mulai memahami bahwa setiap langkah, meskipun terseok, adalah bagian dari tarian kehidupan yang lebih besar.

Pertemuan dengan Takdir di PEACE

Kemudian, hidup mempertemukanku dengan tempat yang menjadi pelabuhan baru: PEACE (Pare English Application Center). Seperti pohon yang menemukan tanah suburnya, di sanalah aku berakar dan bertumbuh. Awalnya aku hanya seorang tutor, mengajarkan kata demi kata. Namun, semakin dalam aku tenggelam dalam peran ini, semakin luas cakrawala yang terbuka. Dari sekadar membimbing, aku mulai merangkul peran baru sebagai bagian dari tim sosial media dan administrasi. Delapan tahun terasa begitu singkat, seperti angin yang berhembus melewati musim-musim dalam hidupku. Di sana, aku belajar bukan hanya tentang profesi, tapi tentang makna kehidupan.

Di PEACE, aku juga bertemu dengan cermin lain—bahasa Inggris. Sungguh, awalnya aku merasa lidahku terikat, tak mampu berbicara dengan fasih. Aksen Amerika yang kupelajari terasa seperti senja yang sulit kujelaskan dengan kata-kata. Namun, waktu dan ketekunan adalah sahabat setia. Seiring berjalannya waktu, aku mulai bisa menari dengan kata-kata, menggulung setiap nada dengan lebih alami. Dan ketika pujian dari teman-teman dan kolega mengalir, aku tahu bahwa perjuanganku tidak sia-sia.

Pelajaran dari Langit dan Bumi

Dalam setiap langkah perjalanan ini, aku menemukan banyak pelajaran yang berharga:

  • Kegagalan bukanlah bayangan yang gelap, tapi cahaya yang memandu. Kegagalan mengajarkan kita untuk menemukan jalan yang berbeda, lebih indah, lebih bermakna.
  • Kerja keras ibarat benih yang ditanam di tanah subur. Pada waktunya, ia akan tumbuh menjadi pohon besar yang memberikan naungan.
  • Pembelajaran tidak mengenal akhir, karena hidup itu sendiri adalah guru yang paling sabar dan penuh kasih.

Menanti Senja Baru

Kini, aku berdiri di ambang fajar baru, di persimpangan lain dari perjalanan panjang ini. Masih banyak mimpi yang menanti untuk diraih, masih banyak cerita yang ingin kuanyam. Aku akan terus menuliskan kisah-kisah baru di sini, seperti menorehkan tinta di atas kertas, dan belajar dari setiap jejak yang kutinggalkan. Karena, pada akhirnya, hidup adalah tentang merangkul segala yang ada—baik yang manis, pahit, dan segala di antaranya.

Terima kasih sudah menemaniku di cerita ini. Bila kamu memiliki kisah yang ingin dibagi, aku dengan senang hati akan mendengarnya. Mungkin, kita bisa saling menemukan cahaya di tengah perjalanan ini. 🌙✨

Komentar

Postingan Populer